Home » » Citra PGRI Tergantung Kualitas Guru

Citra PGRI Tergantung Kualitas Guru

Written By Amin Herwansyah on Tuesday, August 12, 2014 | 9:01 PM


Citra PGRI Tergantung Kualitas Guru

Oleh : Dudung Koswara, M.Pd

Diantara ciri manusia modern adalah berorganisasi.  Punya komunitas, memiliki teman diskusi, sahabat curhat, team kreatif, belajar tiada henti dan membangun mimpi bersama menuju hal yang lebih baik. Nusantara (Indonesia) yang besar dapat dijajah oleh organisasi kecil komunitas para pedagang bernama VOC. Organisasi para pedagang yang jumlahnya kecil ini mampu menguasai sekian jumlah kerajaan di Indonesia. Mengapa demikian? Karena mereka mengorganisir dengan baik  kekuatan organisasinya.

Nah bagaimanakah komunitas para guru? Bisakah para guru mengorganisir organisasi profesinya? Bisa, karena para guru adalah komunitas terdidik dan mayoritas sarjana bahkan magister. Bila para guru mau menggalang kekuatan melalui organisasi profesi sangatlah bisa.  Guru adalah kekuatan bangsa dalam dimensi pendidikan. Bila para guru tidak mampu mengorganisir kekuatan organisasi profesinya akan buruk terhadap masa depan guru dan pendidikan di Indonesia.

Guru selain penentu paling strategis maju mundurnya sebuah bangsa, juga penentu hidup matinya organisasi profesi guru. Organisasi profesi guru yang dimaksud penulis  diantaranya organisasi profesi PGRI. Guru yang hebat akan melahirkan organisasi profesi guru yang kuat. Organisasi profesi guru yang kuat akan melahirkan organisasi profesi guru yang bermanfaat. Organisasi profesi guru yang bermanfaat akan melahirkan organisasi profesi guru yang bermartabat. Bermartabat berarti akan meng-upgrade levelitas eksistensi profesi guru secara kolektif dimata publik.

Sebaliknya, para guru yang alergi/suuzdhon pada organisasi profesi, pemalas, tidak adaptif, kurang belajar, kurang  motivasi, banyak menghujat tapi tidak terlibat membenahi akan melahirkan organisasi profesi yang lemah. Organisasi akan terlihat tak bermanfaat, tak bermartabat, tak kuat dan mudah ditekan oleh kepentingan lain sekecil apapun. Hal ini akan melahirkan citra organisasi profesi  guru yang formalistik,  tanpa manfaat dan tak diperhitungkan. Guru akan belah, terpecah dan kalah dalam berbagai dimensi. Guru tak mampu lagi memberi berkah pada publik.

Guru dalam jumlah yang banyak tetapi tidak solid, silaturahmi internal kurang,  potensi  tidak terhimpun akan melahirkan organisasi profesi yang setengah tidur.  Organisasi yang tertidur  akan kalah kekuatanya oleh gesitnya “nyamuk-nyamuk” kecil yang terus terbang mencari darah ditengah lelapnya manusia yang tertidur. Nyamuk tidak dapat menghisap darah seseorang yang terus bergerak/berlari. Organisasi profesi guru harus dinamis dan  terus dihidupkan oleh para guru. PGRI harus berlari menangkap dinamisasi perubahan yang semakin cepat.

Jargon Hidup guru! Hidup PGRI! Solidaritas yes! Hanya akan menempel dimulut dan tak membumi bila semua guru tidak saling percaya dan tidak solid. Citra guru dan PGRI  tidak bisa hidup oleh guru-guru yang telah “mati” semangat. Solidaritas tidak bisa terbangun oleh guru-guru yang konsentrasinya hanya kepada sertifikasi dan kepentingan sendiri. Bila para guru minus rasa jiwa guru dan tidak memiliki kebanggaan menjadi guru  maka dunia guru akan semakin buruk. Apalagi bila organisasi profesi PGRI dianggap sebagian para guru  tidak perlu dan hanya menambah beban finansial. Ini sebuah mentalitas yang harus dihindarkan dari  komunitas guru.

Hebatnya sebuah organisasi diantaranya karena ditopang oleh dana yang cukup. Anggota organisasi Yahudi sangat “dermawan” dalam menyumbang dana. Maka organisasi Yahudi  cenderung unggul dan kuat sekalipun dibenci oleh separoh penduduk bumi.  PGRI harus dijadikan organisasi yang kuat dan tentu saja diantaranya dengan kelancaran iuran anggota. Iuran anggota akan lancar bila organisasi dapat dipercaya dan terhindar dari suudzon.

Dalam  Undang-undang Guru dan Dosen BAB I pasal 1 point 13 dijelaskan bahwa organisasi profesi guru didirikan oleh guru dan diurus oleh guru. Ini menjelaskan bahwa guru menjadi episentrum dinamisasi organisasi profesi PGRI. Vitalitas organisasi profesi PGRI ditentukan oleh sejauh mana kualitas para gurunya sebagai anggota.  PGRI sebaiknya dibangun dari komunitas  guru berkualitas, oleh  guru berkualitas, untuk  semua guru agar berkualitas. Citra dan vitalitas PGRI ditentukan kapasitas guru-guru (anggota) didalamnya.

PGRI  berdiri sebelum negeri ini berdiri. Sebelum TNI ada, sebelum POLRI ada, sebelum partai politik yang sekarang ada, sebelum ormas-ormas yang hari ini ada, sebelum sejumlah media masa (cetak ataupun elektronik) yang hari ini ada, sebelum Kejaksaan Negeri ada, sebelum KPK, sebelum, DPR-MPR, sebelum semua organisasi pemerintahan ada. PGRI menjadi pelopor organisasi yang edukatif tapi sempat membuat pemerintah Hindia Belanda tercengan karena keberanian PGRI menyebut nama “Indonesia” mendahului organisasi yang lainnya. Kata Indonesia adalah identitas  yang bernuansa nasionalisme, nuansa perlawanan bumi putera.  Ini sebuah perlawanan cerdas  PGRI saat itu ketika nusantara ini masih dalam bentuk “sperma” menuju NKRI.

PGRI harus berani “demo” dalam memperjuangkan sebuah kebenaran. Berani melawan siapapun yang menghalangi dinamisasi positif organisasi. PGRI adalah komunitas guru pejuang yang siap berkorban untuk dimensi pendidikan NKRI. PGRI hadir ambil bagian dalam mengisi kemerdekaan dan memperjuangkan kemerdekaan. Bukankah kemerdekaan NKRI  banyak ditentukan oleh golongan terpelajar? Bukankah golongan terpelajar adalah hasil kerja nyata para guru? Ini sebuah fakta sejarah.  Gurulah pada hakekatnya yang memerdekakan negeri ini melalui murid-muridnya, Soekarno-Hatta.

Pemerintah Republik Indonesia adalah adik kandung PGRI dilihat dari kelahirannya. Komunitas para guru sudah membentuk sebuah kekuatan bangsa tahun 1912 sebelum lahirnya para birokrat sejak 17 Agustus 1945.  Etikanya pemerintah (pusat dan daerah) harus mengapresiasi dengan baik dinamisasi PGRI dan maksimal berkontribusi pada kebutuhan organisasi.  Mengapa demikian? Karena PGRI adalah mitra  birokrasi dalam mengedukasi publik  menuju SDM yang lebih baik.

Begitupun masyarakat dari berbagai elemen (ormas, pers, LSM dll.) harus hormat pada PGRI sebagai organisasi pejuang pendidikan  yang telah mencetak bangsa ini lebih baik sejak zaman Hindia Belanda. PGRI sebagai organisasi yang independen  dan non partisan akan berubah menjadi partisan dan militan  ketika berhadapan dengan sistem dan situasi yang mirip dengan masa kolonialisme.

Semoga dizaman yang penuh dengan kelahiran beragam organisasi profesi, PGRI mampu bertahan dan eksis sebagai organisasi profesi guru yang baik, ditengah banyaknya organisasi profesi guru yang sama-sama berjuang atas nama komunitas guru. Hadirnya sejumlah organisasi profesi seperti, FSGI, IGI, FGII dll. adalah sebuah dinamika dan  indikasi  PGRI belum menyentuh semua guru. 

Gagalnya pencalonan  anggota  DPD Jawa Barat  dari organisasi PGRI  pada pileg 2014 menjelaskan tentang lemahnya popularitas dan citra elite  PGRI dimata anggota dan publik. Ini sebuah pembelajaran kolektif terhadap anggota PGRI bahwa organisasi profesi PGRI tidak membumi.
Share this article :

0 comments:

Post a Comment






 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. PGRI Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger